Di era digital yang terus berkembang, Indonesia dihadapkan pada tantangan penting, yaitu "Bagaimana Menyeimbangkan Antara Kebutuhan akan Keamanan Siber dan Perlindungan Terhadap Kebebasan Berekspresi?"
Pemerintah telah merancang berbagai regulasi keamanan siber guna melindungi infrastruktur digital yang krusial. Langkah ini penting untuk menjaga stabilitas nasional serta mendorong kemajuan teknologi. Namun, implementasi kebijakan tersebut perlu dilakukan dengan cermat agar tidak menghambat inovasi maupun membatasi ruang ekspresi masyarakat.
Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah penggunaan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dinilai multitafsir dan berpotensi disalahgunakan. Beberapa kalangan menyebutnya sebagai "pasal karet" karena berisiko digunakan untuk menindak pendapat yang bersifat kritis.
Selain itu, rencana kebijakan terkait batas usia minimum pengguna media sosial, yang terinspirasi dari kebijakan serupa di Australia, juga menimbulkan diskusi. Tujuannya adalah melindungi anak-anak dari paparan konten yang tidak layak. Namun, upaya ini juga perlu dilakukan bersamaan dengan pendidikan literasi digital agar tidak membatasi hak anak untuk mengakses informasi yang bermanfaat.
Sebagai mahasiswa, kita memiliki peran strategis dalam mengawal proses ini. Kita harus memastikan bahwa setiap regulasi yang diterapkan benar-benar berpihak pada kepentingan publik, menjunjung tinggi hak asasi manusia, dan mendorong terbentuknya ruang digital yang aman, sehat, serta inklusif bagi semua kalangan.
Oleh karena itu, mari terlibat aktif dalam diskusi publik, menyebarkan informasi yang edukatif, dan mendorong transparansi dalam pembuatan kebijakan digital. Dengan begitu, kita dapat memastikan bahwa keamanan siber dan kebebasan berekspresi tidak saling meniadakan, melainkan berjalan beriringan demi masa depan digital Indonesia yang adil dan berkelanjutan.
Penulis: Gio Saputra
Editor: Nayla Azaria
