Warga Tanjung Labu bersama BEM KM UBB bersatu menuntut kejelasan dari PT SNS. Sumber Foto Istimewa |
LPM Alternatif, Bangka Selatan – Ratusan warga Desa Tanjung Labu, Kecamatan Lepar, Kabupaten Bangka Selatan kembali turun ke jalan pada Kamis (3/7), menuntut kejelasan dari PT Swarna Nusa Sentosa (SNS) yang dinilai ingkar janji dan tidak transparan dalam operasional perusahaan.
Aksi yang dihadiri oleh Kepala Desa Tanjung Labu, Camat Lepar, Kapolsek Lepar, Kasat Intelkam Polres Bangka Selatan, serta Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Bangka Belitung (BEM KM UBB), digelar sebagai bentuk protes atas dugaan ekspansi lahan ilegal dan konflik agraria yang belum terselesaikan sejak 2019.
Dalam aksi tersebut, BEM KM UBB turut menyuarakan dukungan terhadap perjuangan warga. “Kami menegaskan bahwa konflik agraria ini bukan hanya soal tanah, tetapi soal keadilan struktural yang harus dibuka ke publik. Kami akan terus mengawal perjuangan warga Tanjung Labu,” ujar Presiden Mahasiswa KM UBB.
Masyarakat juga menyampaikan sejumlah tuntutan kepada perangkat desa dan pihak perusahaan, di antaranya:
- Penarikan 4 unit alat berat dari lokasi pembukaan lahan
- Pengukuran ulang lahan HGU PT SNS dengan menghadirkan Kanwil BPN
- Pemenuhan kebun plasma sebesar 20% dari total luas kebun
- Transparansi program Corporate Social Responsibility (CSR)
- Penjadwalan ulang pertemuan dengan pihak PT SNS yang berwenang mengambil keputusan
- Penghentian seluruh kegiatan pembukaan lahan sebelum tercapai kesepakatan
Konflik ini bermula dari perubahan luas lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT SNS yang awalnya disepakati sebesar 6.000 hektare, namun belakangan meningkat menjadi 8.000 hektare tanpa persetujuan warga. Lahan tambahan seluas 2.000 hektare yang digusur merupakan milik petani setempat. Sebagian warga menerima kompensasi, sementara sebagian lainnya memilih bertahan dan menolak, menilai ganti rugi tidak sebanding dengan hilangnya sumber penghidupan, hutan, dan masa depan mereka.
Keterlibatan BEM KM UBB menjadi salah satu simbol penting dalam gerakan ini. Dukungan mahasiswa dianggap sebagai dorongan moral dan intelektual agar perjuangan warga tidak berjalan sendiri. Konflik ini, sebagaimana disampaikan massa aksi, bukan hanya soal lahan, tetapi tentang moral, martabat, dan hak untuk hidup layak.
“Ketika pohon-pohon terakhir tumbang, dan janji tinggal angan-angan, maka yang tersisa hanyalah rakyat yang berani melawan.”
Reporter: Alternatif
Penulis: Alternatif
Editor: Anggie Tri Syafitri