Pemerintah sebenarnya telah melakukan langkah pemblokiran terhadap situs-situs bermuatan negatif, namun upaya tersebut belum sepenuhnya efektif tanpa dukungan dari pendidikan yang komprehensif. Pendidikan seks yang sehat, berbasis nilai, dan sesuai dengan tingkat usia menjadi kunci penting dalam membentuk generasi yang memahami batas, menghargai diri sendiri dan orang lain, serta mampu bersikap kritis terhadap konten digital.
Peran orang tua, pendidik, dan lingkungan juga sangat krusial. Orang tua diharapkan dapat menjadi pendamping digital bagi anak-anaknya, dengan membangun komunikasi terbuka dan mengajarkan nilai-nilai etika serta tanggung jawab dalam menggunakan teknologi.
Beberapa studi dan pengakuan menunjukkan bahwa paparan konten seksual eksplisit dapat memengaruhi cara pandang seseorang terhadap seksualitas dan relasi sosial. Dalam jangka panjang, hal ini bisa melemahkan empati dan batas moral, serta memicu tindakan yang menyimpang dari nilai kemanusiaan. Ketika seksualitas digambarkan tanpa konteks kasih sayang, kesetaraan, dan saling menghargai, maka yang terbentuk adalah pemahaman yang keliru dan berisiko membahayakan orang lain.
Konten semacam ini juga berpotensi memperkuat stereotip yang merugikan, khususnya dalam hal representasi peran gender. Gambaran yang tidak seimbang dalam relasi, seperti dominasi dan ketundukan, bisa secara tidak langsung memengaruhi cara berpikir masyarakat tentang peran sosial, dan memperburuk praktik seperti menyalahkan korban (victim blaming) dalam kasus kekerasan seksual.
Kekerasan seksual masih menjadi salah satu permasalahan serius yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia. Kasus demi kasus terus bermunculan, melibatkan korban dari berbagai latar belakang dan usia, bahkan anak-anak. Upaya penindakan hukum dan perlindungan terhadap korban tentu sangat penting, namun pendekatan tersebut belum sepenuhnya menyentuh akar masalah yang lebih dalam.
Salah satu faktor yang perlu mendapat perhatian adalah pengaruh negatif dari konten bermuatan seksual eksplisit di ruang digital. Di era internet saat ini, akses terhadap konten tersebut menjadi sangat mudah dan terbuka luas, tidak hanya untuk orang dewasa, tetapi juga untuk anak-anak dan remaja. Tanpa adanya pengawasan dan pendidikan yang tepat, konten ini berpotensi membentuk pola pikir yang keliru tentang hubungan, tubuh, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Kita perlu memandang persoalan ini bukan semata sebagai isu moral, melainkan juga sebagai masalah sosial dan kemanusiaan. Ketika suatu konten berdampak pada meningkatnya tindakan kekerasan, maka ini adalah persoalan publik yang membutuhkan tanggapan serius dari seluruh lapisan masyarakat.
Sudah saatnya kita tidak menutup mata terhadap persoalan ini. Melindungi generasi muda dari dampak negatif konten digital adalah bagian dari membangun masa depan bangsa. Bangsa yang kuat bukan hanya ditandai oleh kemajuan infrastruktur, tetapi juga oleh karakter, moralitas, dan kesadaran sosial warganya.
Penulis: Teguh Akbar
Editor: Nayla Azaria