| Sumber Foto: Instagram KPUM UBB (@kpum_ubb) |
Perdana dalam sejarah Pemilwa UBB, polemik terkait tidak lolosnya pasangan Calon Presiden Mahasiswa dan Calon Wakil Presiden Mahasiswa, Ilham Habibie Ma'ruf dan Rifki Saputra, dinilai mencoreng dinamika kontestasi Pemilwa UBB 2025. Keterlibatan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Bangka Belitung, Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa, dan Badan Pengawas Pemilu Mahasiswa dalam rangkaian peristiwa tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana proses Pemilwa kali ini berjalan sesuai prinsip-prinsip demokratis.
Pasangan Ilham–Rifki sebenarnya telah memenuhi hampir seluruh persyaratan sebagai bakal calon Presiden dan Wakil Presiden Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Bangka Belitung, sebagaimana tercantum dalam Peraturan KPUM KM UBB Nomor 1 Tahun 2025 tentang Tata Tertib Pemilihan Umum Mahasiswa. Namun, terdapat satu kekurangan berkas pada pasangan calon tersebut, yakni surat rekomendasi dari Dekan FISIP atas nama Ilham Habibie Ma’ruf dan menjadi alasan gugurnya pasangan tersebut dari keikutsertaan Pemilwa.
Namun, hal ini memicu kontroversi di kalangan mahasiswa UBB. Penolakan Dekan FISIP untuk memberikan surat rekomendasi kepada Ilham dipandang sebagian mahasiswa sebagai keputusan yang belum disertai penjelasan yang jelas. Berdasarkan keterangan timses, Dekan FISIP beberapa kali sulit ditemui saat proses pengurusan surat rekomendasi. Di sisi lain, Dekan Fisip memberikan surat rekomendasi kepada bakal calon presma lain. Perbedaan ini kemudian menimbulkan berbagai tafsir dan respons di antara mahasiswa bahwa adanya dugaan perlakuan diskriminasi terhadap paslon Ilham-Rifki.
Situasi ini kemudian memunculkan berbagai tafsir di kalangan mahasiswa, termasuk anggapan bahwa keputusan Dekan FISIP berpotensi memengaruhi keseimbangan kompetisi antar bakal calon. Menyikapi hal itu, tim sukses paslon Ilham–Rifki mengajukan gugatan kepada KPUM dan Bawaslu untuk mengusut kasus tersebut. Hal ini merupakan cara yang lazim ditempuh ketika peserta Pemilwa merasa adanya prosedur yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dalam hal ini, KPUM dan Bawaslu diharapkan dapat menindaklanjuti gugatan yang masuk guna memstikan proses Pemilwa tetap berlangsung secara transparan, adil, dan sesuai prinsip demokratis.
Namun, alih-alih menindaklanjuti laporan tersebut, gugatan yang diajukan justru dinyatakan tidak dapat diterima. Tim sukses Ilham–Rifki mengaku tidak mendapatkan alasan yang jelas, selain penjelasan bahwa pengajuan keberatan hanya dibuka sehari setelah pencoblosan. Masalahnya, ketentuan mengenai batas waktu pengajuan gugatan tidak pernah dipublikasikan sebelumnya, sehingga menimbulkan kebingungan sekaligus mempertanyakan konsistensi prosedur penyelenggara.
Situasi ini memperkuat kesan bahwa mekanisme Pemilwa UBB masih menyisakan banyak celah aturan dan ketidakjelasan yang berpotensi merugikan peserta tertentu. Di mata sebagian mahasiswa, rangkaian peristiwa tersebut mencerminkan wajah Pemilwa yang belum sepenuhnya transparan dan akuntabel. Jika kondisi ini terus terjadi, bukan tidak mungkin Pemilwa UBB akan meninggalkan preseden buruk, dengan pasangan Ilham–Rifki menjadi pihak yang dirugikan akibat rangkaian keputusan dan prosedur yang dipandang tidak konsisten oleh sebagian mahasiswa.
Penulis: Ketua Posko Kotak Kosong UBB