Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Melawan Demokrasi Semu di Pemilwa UBB 2025

Senin, 24 November 2025 | November 24, 2025 WIB Last Updated 2025-11-25T05:33:07Z





Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemilwa) seharusnya menjadi ruang pembelajaran yang jujur, transparan, dan adil. Nyatanya, Pemilwa tahun ini justru memperlihatkan wajah sebaliknya. Polemik pasca diterbitkannya Berita Acara KPUM No. 008/BA/KPUM-KM-UBB/XI/2025 mengenai Hasil Verifikasi Berkas dan Pengumuman Kelolosan Pasangan Calon Presiden Mahasiswa dan Wakil Presiden Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Bangka Belitung memicu kegelisahan karena adanya indikasi keberpihakan yang terang-terangan terhadap satu pasangan calon.


Alih-alih menjadi lembaga independen, KPUM dan Bawaslu lebih terlihat sebagai alat politik untuk membungkam paritispasi mahasiswa. Persoalan ini bukan sekadar isu teknis administratif, tetapi menyentuh ranah prinsip demokrasi kampus.


Keputusan KPUM dan Bawaslu dinilai telah melanggar prinsip dasar penyelenggaraan Pemilwa sebagaimana tertuang dalam BAB I Ketentuan Umum Pasal 1 Poin 2 Peraturan KPUM KM UBB yang menegaskan bahwa Pemilwa harus berlangsung secara demokratis, transparan, jujur, dan adil. Ketika prosesnya justru menggunakan mekanisme yang tidak akuntabel, maka legitimasi hasilnya patut dipertanyakan.

Di tengah proses itu pula muncul dugaan adanya kepentingan dan keuntungan material oleh oknum tertentu dalam tubuh KPUM maupun Bawaslu. Meski dugaan ini memerlukan pembuktian melalui mekanisme etik atau disipliner, keberadaannya cukup menunjukkan bahwa krisis kepercayaan publik telah terjadi. Demokrasi tidak hanya memerlukan keabsahan prosedural, tetapi juga kepercayaan moral.

Kejanggalan semakin terlihat melalui alasan pendiskualifikasian terkait kekurangan KTM. Alasan ini dinilai tidak proporsional dan tidak rasional sebagai syarat materiil utama untuk menentukan kelayakan calon. Ketika prosedur administratif  berubah menjadi instrumen eliminasi, bukan mekanisme verifikasi, maka terdapat indikasi kesengajaan yang membuat proses ini menjadi mekanisme pembungkaman politik. Situasi seperti ini harus menjadi alarm serius agar dugaan penyalahgunaan kewenangan maupun keberpihakan lembaga penyelenggara tidak dibiarkan tanpa pengawasan. Demokrasi bukan sekadar soal memilih pemimpin, tetapi memastikan bahwa prosesnya tetap bermoral, bertanggung jawab, dan bebas dari manipulasi.

Penolakan terhadap hasil keputusan KPUM dan Bawaslu bukan sekadar sikap reaktif dari satu pasangan calon, melainkan bentuk perlawanan terhadap proses demokrasi yang cacat legitimasi. Jika Pemilwa kampus saja telah tumpul asas keadilannya, bagaimana kita dapat berharap mahasiswa memiliki kapasitas moral untuk mengawal demokrasi di luar ruang akademik?

Demokrasi kampus tidak boleh dikerdilkan menjadi formalitas prosedural yang manipulatif. Ia harus menjadi ruang pembelajaran politik yang sehat, adil, dan bebas dari intervensi kepentingan kelompok. Sikap ini bukan sekedar keberatan, melainkan seruan untuk mengembalikan marwah demokrasi Universitas Bangka Belitung.

Justru di titik inilah Pemilwa diuji, apakah ia benar-benar menjadi wadah ekspresi politik mahasiswa, atau hanya panggung semu yang dikendalikan oleh segelintir orang yang merasa berhak menentukan arah demokrasi sesuka hati? Ketika lembaga penyelenggara lalai menjaga integritasnya, maka kritik, penolakan, dan perlawanan adalah konsekuensi moral yang tidak dapat dihindari. Jika suara mahasiswa dibungkam, maka demokrasi kampus kehilangan roh dan relevansinya.

Pernyataan Resmi Pasangan Calon Subri-Sandika
Sebagai pasangan calon, kami merasa dirugikan atas kerja yang tidak proporsional yang dijalankan oleh KPUM dan Bawaslu. Dugaan keterlibatan BEM KM UBB yang secara sadar melakukan abuse of power demi menyelamatkan kepentingan tertentu memperkuat keraguan kami terhadap integritas proses Pemilwa. 

Kami, pasangan calon Subri-Sandika, meminta DPM KM UBB untuk menindak tegas KPUM, Bawaslu, dan BEM KM UBB  yang telah melanggar etik. Demokrasi kampus harus bebas dari manipulasi dan intervensi kepentingan kelompok. Selain itu, untuk memperkuat independensi Pemilwa, dibutuhkan perhatian dari Wakil Rektor 1 Bidang Akademik dan Kemahasiswaan, yang mungkin mendorong pembentukan tim independen. Tim ini diharapkan dapat menyelesaikan persoalan carut-marut Pemilwa tahun ini, yang telah mencoreng nama baik lembaga.

Penulis: Andi Wahyudi





×
Berita Terbaru Update